Sejarah

Latar Belakang PPM Aswaja Nusantara

           Pesantren dan madrasah telah berkiprah sejak jauh sebelum kata Indonesia dikenal, fase perjuangan bangsa, menjaga dan meningkatkan intelektualitas bangsa, pengembangan ilmu pengetahuan, ikut menyelesaikan persoalan-persoalan sosial-kemasyarakatan dan kebangsaan dengan spirit dan basis nilai keislaman tanpa tercerabut dari nilai-nilai luhur budaya bangsa. Telah berabad-abad, reputasi, keunggulan, dedikasi, kontribusi,  maupun komitmen  pesantren dan madrasah pesantren,  berkontribusi kepada masyarakat, bangsa, negara dan umat manusia.

            Dengan berjalannya waktu, dunia begitu cepat berkembang. Perubahan dan pergeseran terjadi di mana-mana. Mulai dari ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, masyarakat, pendekatan kajian Islam, hingga permasalahan sosial kemasyarakatan. Masyarakat, pasar,  dan negara  mengalami transformasi besar-besaran. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak berbanding lurus dengan perbaikan masyarakat dan negara yang baldatun thoyyibatun wa-robbun ghofur. Sebaliknya, kondisi dan realitas sosial yang ada semakin memprihatinkan. Akhlakul karimah  semakin tidak mendapat tempat. Dalam wilayah lain, globalisasi menghadirkan arena kompetisi antar-individu berbasis keunggulan sumber daya manusia. Yang survive adalah mereka yang berkualitas dan menguasai teknologi informasi. Ruang di mana keunggulan dan keberhasilan sekelompok orang, komunitas, kelompok, dan negara harus selalu dibayar dengan keterpurukan yang lainnya.

            Alhasil, secara ringkas, pesantren dihadapkan oleh berbagai tantangan lingkungan internal dan eksternal strategis. Secara internal, pesantren dan madrasah dihadapkan kenyataan keterbelakangan umat Islam dalam pendidikan, ekonomi, kesehatan, teknologi, dan lainnya; kenyataan fenomena pemikiran keislaman yang lebih terkooptasi ketimbang menjadi school of thought  yang dinamis dan menjadi kerangka kerja transformasi sosial. Secara khusus, pesantren dituntut untuk mengembangkan pemikiran keislaman yang melampaui problem-problem epistemologis saat ini, seperti dikotomi ilmu-ilmu keislaman, ilmu sosial, ilmu humaniora, dan ilmu eksak-teknologis. Formulasi integrasi-interkoneksi ala UIN Suka, Islamisasi sains ala Al-Faruqi, pohon ilmu ala UIN malang, bahkan hingga pribumisasi Islam ala Gus Dur, masih menyisakan kebuntuan-kebuntuan.

            Pada saat yang bersamaan, institusi pendidikan Islam masih terjebak menjadi teaching-university, belum mengarah secara serius ke research-university, yang menjadi kunci dan nafas institusi pendidikan kontemporer. Integrasi, dialog, atau formula apapun yang hendak mendorong revitalisasi-relevansi ajaran dan pemikiran keislaman, mustahil tanpa dibangun sebuah tradisi riset kuat dan terlembagakan.    

            Secara eksternal, pesantren dan madrasah dihadapkan oleh menguatnya fundamentalisme dan liberalisme pemikiran keislaman; tantangan-tantangan global; sekaligus berbagai peluang dan potensi nasional dan dinamika global.  Tantangan dan peluang selalu berubah dan berkembang secara dinamis, sehingga dibutuhkan riset atau penelitian yang mendalam agar dapat memahami dengan baik.

            Dalam konteks pendidikan, jawaban terhadap semua  tantangan di atas adalah kemampuan pesantren dan madrasah untuk menghasilkan generasi yang beriman-bertaqwa, berintegritas, berkemampuan fikir kritis, dan bertindak transformatif, sebagai agen transformasi sosial. Oleh karenanya, proses pendidikan yang mendorong terbentuknya pribadi dengan integritas akhlakul karimah, dengan nalar kritis, kreatif, dan leadership kuat, menjadi sebuah keniscayaan. Insan inilah yang dalam terminologi Qur’ani disebut dengan generasi ulul-albab, ulul-abshor, ulun-nuha.

            Di sinilah Pondok Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi terpanggil untuk ikut memberikan kontribusi dalam membangun dan mengembangkan pemikiran dan generasi muda dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini ditempuh dalam rangka mendorong lahirnya generasi muda bangsa yang beriman, bertaqwa, kritis, kreatif, dan kosmopolit,  sebagai bagian dari mata rantai pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara yang berkarakter, menuju izzul Islam wal muslimin.