Jakarta, 4 September 2025 – Aksi demonstrasi menolak tunjangan anggota DPR yang berujung ricuh memaksa pemerintah menurunkan apel pasukan gabungan TNI–Polri dalam skala besar. Dari air mata gas hingga water cannon, respons aparat sempat menimbulkan kritik lantaran dinilai represif. Namun pemerintah menegaskan tindakan tersebut perlu untuk meredam potensi anarki.
Awalnya, unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR berjalan dengan tuntutan reformasi dan penghapusan tunjangan perumahan senilai Rp 50 juta per bulan. Tapi situasi berubah ketika aparat mulai menembakkan gas air mata dan menyemprotkan meriam air ke arah massa, membuat ribuan orang terpencar ke daerah Gatot Subroto hingga Pejompongan. Di tengah situasi ini, pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, meninggal usai tertabrak kendaraan taktis Brimob—insiden yang menyalakan kembali amarah publik.
Dalam kondisi memanas seperti ini, aparat TNI turun tangan untuk ikut membantu Polri memulihkan situasi—termasuk patroli bersama di sekitar Senayan dan Makodim Brimob. Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, menyatakan bahwa meski keterlibatan TNI terjadi, penerapan darurat militer masih ditolak sebagai solusi. Ia menekankan bahwa keamanan sipil adalah domain Polri, dan militer seharusnya hanya terlibat jika polri sudah kewalahan.
Presiden Prabowo Subianto kemudian memerintahkan proses investigasi menyeluruh. Hasilnya, tujuh anggota Brimob terbukti melanggar kode etik karena terlibat dalam insiden menabrak Affan. Investigasi ini menandai upaya pemerintah memastikan akuntabilitas internal kepolisian.
Namun penggunaan aparat berseragam militer dalam pengamanan aksi sipil menimbulkan kritik dari kalangan hak asasi manusia. Mereka menyoroti potensi pelanggaran HAM karena militer tidak mendapatkan pelatihan khusus untuk menghadapi demonstran—sehingga memicu kekerasan berlebihan.
Di tengah eskalasi tekanan internal dan sorotan PBB atas dugaan pelanggaran HAM, pemerintah menyatakan komitmennya untuk menghormati hak masyarakat atas kebebasan berekspresi—namun menuntut agar aksi tetap tertib dan sipil.
Langkah pemerintah mengombinasikan pendekatan tegas dan penegakan hukum berupaya memulihkan ketertiban. Namun tantangan tetap ada: bagaimana menjaga agar penanganan unjuk rasa tetap sesuai prinsip demokrasi dan tak melanggar HAM. Jalannya penyelidikan ini menjadi ujian penting bagi legitimasi institusi keamanan dan komitmen pemerintah terhadap kontrol sipil.
Sumber:
tirto.id
merdeka.com
IDN Times