Kerentanan Kekerasan Seksual: Santri PPM Aswaja Nusantara Menyarankan Seluruh Pesantren untuk Membuat Pelayanan Advokasi dan Pendampingan Psikologis
Ditulis Oleh : Hasbul Wafi – Santri PPM Aswaja Nusantara
Beberapa bulan terakhir dunia pesantren dihebohkan dengan kasus-kasus kekerasan seksual. Banyak kasus di antaranya melibatkan pimpinan pesantren (kyai) atau guru (ustad) sebagai pelaku dan santri sebagai korban. Kasus yang yang terjadi banyak dilatarbelakangi dengan modus “mendapat keberkahan” jika melayani ustad. Selain itu, modus lain ditemukan santri diajari tenaga dalam, atau akan diberi iming-iming uang. Kasus yang paling mendapat sorotan adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh salah satu pemimpin pondok pesantren di Bandung. Menyusul kasus lain terungkap di beberapa tempat seperti Jombang, Mojokerto, Trenggalek, Bantul dan lainnya.
Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang tidak bisa ditolerir. Namun, sayangnya tak sedikit kalangan yang cuci tangan terhadap kasus tersebut. Alih-alih mengambil pelajaran, beberapa orang bahkan menganggap pelaku bukan sebagai golongannya, menjalankan politik identitas memainkan dikotomi perbedaan antara golongan satu dengan yang lain. Padahal kasus yang terjadi tidak hanya menimpa salah satu golongan saja. Kejahatan seksual bisa terjadi kapanpun dan dimanapun, mereka buta dan siap menyasar korban dari golongan manapun.
Melihat fenomena ini pesantren sebagai lembaga pendidikan agama punya tanggung jawab moral lebih untuk memberikan edukasi terkait kasus tersebut. Berani melangkah dan tidak terjebak dengan kata “tabu”. Pesantren punya legitimasi untuk memberikan ceramah berbasis agama dan punya kekuatan untuk memberikan pemahaman kontekstual tentang dalil Qur’an maupun Hadits. Edukasi terkait isu kekerasan di pesantren mestinya menjadi fokus bersama, mari diangkat karena memiki urgensi tingkat lanjut.
Menanggapi isu yang berkembang, pada tanggal 20 Januari 2022 PPM Aswaja Nusantara mencoba untuk ikut memberikan edukasi publik dengan mengadakan workshop dengan tema, “Membangun Hubungan Sehat Tanpa Kekerasan di Pesantren”. Kegiatan ini menjadi salah satu ikhtiar pesantren dalam memberikan pendidikan berbasis gender, kesetaraan gender dan upaya penanggulangan kekerasan seksual di pesantren. Fokus kegiatan ini bertujuan untuk memahami prinsip-prinsip dasar dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, memahami hubungan yang adil gender, konstruksi budaya serta prinsip relasi sosial adil gender.
Merespon dari data-data yang ditampilkan oleh pemateri, Santri PPM Aswaja Nusantara merasa kerentanan yang dialami oleh santri mesti ditanggapi dengan serius. Dari sesi diskusi, beberapa santri menyarankan kepada pesantren untuk membuat pelayanan khusus advokasi dan pendampingan psikologi bagi korban. Pelayanan yang dimaksud adalah lembaga yang menaungi segala permasalahan yang sifatnya personal bagi santri sehingga tidak sungkan dalam meminta pendampingan. Tawaran ini berlaku bagi semua pesantren untuk menciptakan iklim yang aman dan nyaman di dunia pesantren.